MATA
KULIAH : KIMIA BAHAN ALAM
SKS : 2
DOSEN
: Dr. Syamsurizal,
M.Si
WAKTU
: 22-29 Desember 2012
1.
Jelaskan dalam jalur
biosintesis triterpenoid, identifikasilah
faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam
kuantitas yang banyak.
Jawaban:
Triterpenoid
merupakan senyawa golongan terpenoid yang telah diisolasi dengan lebih dari 40
jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya merupakan proses
siklisasi dari skualen. Triterpenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6
yang bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4 siklik 6 yang mempunyai gugus
fungsi pada siklik tertentu.
-
Jalur Biosintesis Triterpenoid
Dari proses biosintesis
diata untuk dapat mengetahui jalur
biosintesis triterpenoid, maka terlebih dahulu harus mengetahui jalur
biosintesis terpenoid yang menghasilkan triterpenoid.
Dari biosintesis terpenoid melalui jalur asam
mevalonat, tahap-tahap reaksi adalah antara asam asetat dengan enzim CoA-SH
membentuk molekul asetil-koenzim A (asetil-CoA), lalu dilanjutkan dengan reaksi
kondensasi dua molekul asetil-koenzim A (asetil-CoA) membentuk asetoasetil-CoA
dengan katalis enzim asetil-CoA asetiltransferase (tiolase). Kemudian
asetoasetil-CoA berkondensasi lagi dengan satu unit asetil-CoA lainnya
membentuk molekul β-hidroksi-β-metilglutaril-CoA (HMG-CoA) dengan katalis enzim
HMG-CoA sintase. Selanjutnya reaksi reduksi HMG-CoA oleh NADPH dengan katalis
enzim HMG-CoA reduktase menghasilkan asam mevalonat. Selanjutnya asam mevalonat
mengalami fosforilasi oleh ATP menjadi asam-5-pirofosfat-3-fosfomevalonat
dengan bantuan enzim mevalonat kinase dan enzim fosfomevalonat kinase. Lalu
asam-5-pirofosfat-3-fosfomevalonat mengalami dekarboksilasi menjadi
isopentenilpirofosfat (IPP) dengan enzim pirofosfat mevalonat dekarboksilase,
proses selanjutnya yaitu mengubah isopentenilpirofosfat (IPP) menjadi
dimetilalilpirofosfat (DMAPP) dengan bantuan enzim IPP isomerase. IPP dan DMAPP
berkondensasi secara berturut membentuk geranilpirofosfat (GPP) dengan bantuan
enzim geranilpirofosfat sintase dan farnesilpirofosfat (FPP) dengan bantuan
enzim farnesilpirofosfat sintase dan geranil-geranil pirofosfat (GGPP) dengan
bantuan enzim geranil-geranil pirofosfat sintase. Selanjutnya berturut-turut
menjadi monoterpena (10 C), seskuiterpena (15 C), dan diterpena (20 C). Sehingga dari penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau
C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu :
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
- Faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak adalah dengan memperbanyak penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid, sehingga dengan semakin banyak penggabungan ini menjadikan senyawa triterpenoid yang dihasilkan pun semakin banyak.
2. Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda
Jawaban:
Pada umumnya dalam proses penentuan struktur flavonoid pada isolasi suatu sampel digunakan berbagai macam spektrum untuk memperlihatkan struktur senyawa yang diinginkan. Salah satunya adalah spektrum IR dan NMR. Dengan bantuan spektrum ini senyawa yang akan ditentukan struktur akan dengan mudah terdeteksi.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suau rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropana atau flavonoid, 1,2-diarilpropana atau isofalvonoid, dan 1,1-diarilpropana atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavon mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Struktur flavonoid
Secara umum biosintesa terpenoid terjadinya 3 reaksi dasar, yaitu :
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor unit isoprene akan membentuk mono-, seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid dan steroid.
- Faktor-faktor penting yang sangat menentukan dihasilkannya triterpenoid dalam kuantitas yang banyak adalah dengan memperbanyak penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan triterpenoid, sehingga dengan semakin banyak penggabungan ini menjadikan senyawa triterpenoid yang dihasilkan pun semakin banyak.
2. Jelaskan dalam penentuan struktur flavonoid, kekhasan signal dan intensitas serapan dengan menggunakan spektrum IR dan NMR. Berikan dengan contoh sekurang-kurangnya dua struktur yang berbeda
Jawaban:
Pada umumnya dalam proses penentuan struktur flavonoid pada isolasi suatu sampel digunakan berbagai macam spektrum untuk memperlihatkan struktur senyawa yang diinginkan. Salah satunya adalah spektrum IR dan NMR. Dengan bantuan spektrum ini senyawa yang akan ditentukan struktur akan dengan mudah terdeteksi.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat pada suau rantai propane (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yakni 1,3-diarilpropana atau flavonoid, 1,2-diarilpropana atau isofalvonoid, dan 1,1-diarilpropana atau neoflavonoid. Senyawa-senyawa flavon mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1,3-diarilpropan dihubungkan oleh jembatan oksigen, sehingga membentuk suatu cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Struktur flavonoid
Dari struktur diketahui bahwa flavonoid terdiri dari ikatan-ikatan tunggal
dan rangkap yang mempunyai kekhasan signal dan intensitas serapan pada spektrum
IR, yaitu :
- Ikatan tunggal karbon – oksigen C–O (eter) : mempunyai penyerapan dalam ‘daerah sidik jari’, yang yang bisa ditemukan pada daerah sekitar antara 1000 – 1300 cm-1,dengan intensitas serapan lemah dan melebar
- Ikatan tunggal karbon – hidrogen C – H (aromatik) : mempunyai penyerapan cahaya yang terjadi pada daerah serapan 3050-3150 cm-1, dengan intensitas serapan lemah dan tajam akibat rentangan C – H aromatik.
- Ikatan tunggal oksigen – hidrogen O – H (fenol) : menyerap sinar yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi lingkungannya. Ikatan O – H ini akan sangat mudah dikenali dalam sebuah asam karena akan menghasilkan intensitas serapan lebar atau lembah yang sangat luas pada daerah sekitar 3200-3500 cm-1.
- Ikatan rangkap karbon – karbon C=C (aromatik) : mempunyai penyerapan cahaya pada daerah serapan 1500 – 1600 cm-1 dengan intensitas serapan sedang dan tajam.
- Ikatan rangkap karbon – oksigen C=O (keton) : merupakan salah satu penyerapan yang sangat berguna, yang bisa ditemukan pada daerah sekitar 1705 – 1725 cm-1 dengan intensitas serapan kuat dan tajam.
Intensitas penyerapan pada spektroskopi NMR yaitu berdasarkan pada penyerapan energi
oleh partikel yang sedang berputar di dalam medan magnet yang kuat. Energi yang
dipakai dalam pengukuran dengan metode ini berada pada daerah gelombang radio
75-0,5 m atau pada frekuensi 4-600 MHz, yang bergantung pada jenis inti yang
akan diukur. Inti yang dapat diukur dengan NMR yaitu :
a. Bentuk bulat
b. Berputar
c. Bilangan
kuantum spin = ½
Kekhasan signal NMR : spektroskopi 1H-NMR memberikan informasi mengenai posisi H pada struktur senyawa sedangkan spektroskopi 13C-NMR memberikan informasi mengenai struktur karbon dalam sebuah molekul yang dapat dilihat dari geseran kimianya. Suatu molekul terdiri dari beberapa atom dan setiap atom itu terdiri dari inti atom. Setiap inti atom berorientasi pada medan magnet yang kuat. Setiap proton di dalam molekul yang memiliki sifat kimia berbeda akan memberikan garis-garis resonansi orientasi magnet yang berbeda. Resonansi terjadi akibat perubahan proton dari satu arah (spin searah) ke arah lain (spin berlawanan) oleh gelombang radio. Inti yang memiliki jumlah proton dan neutron keduanya genap, tidak mempunyai momentum sudut putar dengan I=0 dan tidak menunjukkan sifat magnetik sehingga tidak memberikan sinyal NMR. Sedangkan Inti yang bersifat magnetik (I>0) pada umumnya berinteraksi dengan medan magnet luar dan menyesuiakan interaksinya dengan medan magnet luar kemudian menyesuaikan orientasinya dengan tingkat-tingkat energi yang sesuai sehingga memunculkan sinyal. Sinyal-sinyal tersebut muncul karena adanya perbedaan dari proton-proton yang terdapat pada suatu molekul, banyaknya proton dari setiap proton yang ada dinamakan intensitas sinyal. Sinyal-sinyal tersebut akan terpecah menjadi beberapa puncak. Jadi pada spektroskopi 13C-NMR, sinyal-sinyal dari setiap atom karbon yang menyusun suatu molekul akan terbaca satu per satu. Atom karbon yang mempunyai interaksi yang kuat terhadap medan magnet akan muncul terlebih dahulu pada daerah serapan sedangkan atom karbon yang mempunyai interaksi yang lemah terhadap medan magnet akan muncul belakangan pada daerah serapan dan menunjukkan intensitas yang tajam pada setiap kemunculan signal. Sedangkan pada spektroskopi 1H-NMR, menunjukkan sinyal-sinyal dari atom H yang terikat dan menyusun suatu molekul, sinyal atom H yang terikat dengan atom O pada benzena akan muncul terlebih dahulu kemudian akan muncul sinyal dari atom H yang terikat dengan atom C pada benzena dan sinyal yang terakhir muncul yaitu atom H yang terikat dengan atom O pada benzena yang memiliki ikatan rangkap dengan atom O lain. Semua sinyal yang muncul mempunyai intensitas tajam.
Contoh :
1. Struktur Antosianin
- Spektrum NMR Antosianin
2. Struktur Kuersitin
- Spektrum IR Kuersitin
- Spektrum NMR kuersitin
3. Dalam isolasi alkaloid, pada tahap awal dibutuhkan kondisi asam atau basa. Jelaskan dasar penggunaan reagen tersebut, dan berikan contohnya sekurang-kurangnya tiga macam alkaloid
Jawaban :
Dasar penggunaan reagen asam atau basa pada tahap awal isolasi alkaloid adalah :
1. Memberikan pengaruh terhadap rendemen,
2. Memberikan pengaruh tingkat kemurnian dan keasaman (pH),
3. Memberikan pengaruh pada bobot molekul dan kadar suatu senyawa yang diinginkan.
Contohnya:
1. Isolasi kafein dari teh, 25 gram daun teh kering dan 20 gram natrium karbonat (NaHCO3) dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL, kemudian tambahkan 225 mL air mendidih, lalu didekantasi. Ekstrak teh didinginkan hingga suhu kamar, kemudian lakukan ekstraksi dengan penambahan 30 mL diklorometana. Ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali dengan pelarut diklorometan dengan jumlah yang sama. Ekstrak diklorometana dan semua fraksi yang berwujud emulsi digabungkan di dalam labu Erlenmeyer 125 mL, kemudian tambahkan kalsium klorida anhidrat ke dalam gabungan ekstrak dan emulsi. Kemudian, ekstrak diklorometana disaring, filtrat digabung dan lakukan distilasi menggunakan penangas air untuk menguapkan diklorometana. Produk yang terbentuk ditimbang dan dilakukan rekristalisasi menggunakan 5 mL aseton panas. Masih dalam keadaan panas, tambahkan n-heksana tetes demi tetes sampai terbentuk kekeruhan. Dinginkan sampai mencapai suhu kamar, kemudian kristal yang terbentuk disaring dengan penyaringan isap (vakum). Kristal dicuci dengan beberapa tetes n-heksana. Diperoleh kristal murni dan kemudian dilakukan pengujian titik leleh.
2. Isolasi nikotin dari daun tembakau, dipotong-potong 10 gram daun tembakau kering atau tembakau dari cerutu. Ditambahkan 100 ml larutan NaOH 5% dan 30 ml air, diaduk. Disaring menggunakan corong Buchner. Untuk menghilangkan partikel (daun tembakau) dalam hasil saringan(filtrate), filtrate disaring dengan menggunakan corong gelas yang diberi glasswool. Filtrat ditambahkan 30 ml diklorometan, dikocok. Dipisahkan lapisan diklorometan ke dalam labu Erlenmeyer. Langkah ekstraksi ini dilakukan sampai semua nikotin terekstrak ke dalam diklorometan. Dikumpulkan semua lapisan diklorometan. Diuapkan diklorometan menggunakan rotary vacuum evaporator. Penguapan diklorometan atau eter dilakukan menggunakan teknik penguapan dengan pengurangan tekanan dan jangan menggunakan api. Ditambahkan 1ml air suling ke dalam sisa penguapan, aduk perlahan-lahan, ditambahkan 4ml methanol, disaring dengan menggunakan corong gelas yang diberi glass wool. Ditambahkan 10 ml larutan jenuh asam pikrat dalam methanol. Disaring nikotin dipikrat padat menggunakan corong Buchner (digunakan kertas saring). Dimurnikan nikotin, dengan rekristalisasi dan diperolh kristal murni.
3. Isolasi alkaloid pada bahan tanaman terutama pada biji dan daun yang banyak mengandung lemak, digunakan pelarut petroleum eter dimana kebanyakan alkaloid tidak larut dalam petroleum eter membentuk residu. Lalu residu tersebut ditambahkan ethanol 95%. Kebanyakan alkaloid yang terdapat dalam tanaman sebagai garam organik, dan garam-garam tersebut larut dalam ethanol 95% (dalam suasana asam). Larutan kemudian diuapkan sehingga diperoleh ekstrak pekat etanol dan residu, Residu tersebut masih mengandung asam dan petroleum eter, selanjutnya residu dipisahkan. Maka akan terpisah dalam bentuk endapan dan larutan, endapan tersebut merupakan petroleum eter sedangkan larutan tersebut merupakan larutan basa (garam-garam organik yang larut dalam alkohol). Kemudian larutan basa tersebut diekstrak dengan pelarut kloroform atau etil asetat dan dikeringkan dengan Na2SO4, lalu disaring selanjutnya dikeringkan untuk mendapatkan sisa alkaloid kotor.
4. Pada daun tumbuhan jambu Keling (Eugenia cumini (L) Druce) didestruksi basah dengan HCl dalam metanol sebesar 2M kemudian dinetralisasi dengan penambahan basa NH4OH dan terjadi padatan berupa endapan. Endapan dikeringkan dan diektraksi dan direndam dalam khloroform dan dipekatkan dengan alat rota-evaporator. Ekstrak pekat khloroform (2 g) dikhromatografi kolom dengan fasa diam silika gel 60 sebanyak 60 gram dengan fasa gerak khloroform: metanol dengan menaikkan kepolaran bertingkat. Fraksi yang keluar kolom khromatografi ditampung menggunakan vial serta dimonitor dengan khromatografi lapis tipis. Fraksi dengan Rf yang sama dan positip dengan pereaksi Maeyer yang ditandai dengan munculnya warna putih, digabung selanjutnya, diuapkan pelarutnya kemudian fraksi ini direkristalisasi untuk memperoleh kristal murni. Kristal yang dihasilkan berwarna kuning dengan titik leleh 293 oC – 295 oC. Dimana setelah dilakukan uji spektrum IR dan NMR menunjukkan struktur golongan alkaloid indol.
4. Jelaskan keterkaitan diantara biosintesis, metode isolasi dan penentuan struktur senyawa bahan alam . Berikan contohnya!
Jawaban :
- Biosintesis merupakan cara memeriksa mekanisme produksi suatu senyawa dalam organisme asalnya yang identik dengan mekanisme reaksi, dari mekanisme tersebut dapat diketahui pembentukkan suatu senyawa bahan alam dan jenis-jenis reaksi yang dialaminya serta bagaimana cara mendapatkan senyawa yang dihasilkan dalam jumlah yang banyak. Setelah diketahui cara mendapatkan senyawa tersebut kemudian dilakukan isolasi.
- Metode isolasi digunakan untuk mengekstrak sampel atau senyawa bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu, agar diperoleh ekstrak murni yang selanjutnya dapat ditentukan strukturnya.
-
Penentuan struktur senyawa
bahan alam diperoleh dari hasil metode isolasi, hasil isolasi di analisis
dengan kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom
atau PTLC, kemudian diperiksa dengan spektoskopi (IR, UV-VIS dan NMR), HPLC dan
di analisis ikatan-ikatan yang muncul pada daerah serapan berdasarkan
spektoskopinya sehingga diperoleh struktur dari suatu sampel yang diperiksa.
- Biosintesis Flavonoid
- Isolasi dan Identifikasi pada flavonoid dari Fraksi Diklorometana Buah Tumbuhan Mempelas
Isolasi untuk
memisahkan senyawa yang terkandung dalam ekstrak pekat diklorometana. Pemisahan
dilakukan dengan menggunakan kromatografi kolom vakum. Eluen yang digunakan n-heksana
dan diklorometana (8:2) yang ditingkatkan kepolarannya sampai diklorometana
100%, kemudian dilanjutkan dengan campuran eluen diklorometana : etil asetat
(9:1) sampai etil asetat 100% selanjutnya dengan campuran eluen etil asetat :
methanol (9:1) sampai metanol 100%. Eluat yang terbentuk ditampung ke dalam
vial-vial yang bervolume ± 30 ml. Masing-masing vial dicek dengan menggunakan
KLT dan di monitor di bawah sinar UV 254 nm dan pereaksi penampak noda serium
sulfat. Vial-vial yang memberikan pola noda yang sama kemudian dikelompokkan
menjadi satu fraksi, sehingga dihasilkan 4 fraksi. Berdasarkan pola noda pada
KLT, noda utama yang akan dipisahkan lebih lanjut adalah fraksi F3. Fraksi F3
sebanyak 195 mg dipisahkan dengan menggunakan kromatografi kolom flas dengan
eluen n-heksana : etil asetat (7:3). Eluat yang dihasilkan di tampung ke dalam
vial-vial. Hasil pemisahan tersebut menghasilkan kristal berbentuk jarum
berwarna kuning kehijauan.
Kemurnian
senyawa hasil isolasi diuji dengan polanoda pada KLT dan uji titik leleh. Identifikasi
senyawa hasil isolasi dilakukan dengan spektrofotometer IR.
.
- Spektroskopi IR dari hasil isolasi
Pengukuran serapan senyawa hasil isolasi dengan spektroskopi IR menunjukkan
serapan karakteristik yang memberikan informasi adanya pita serapan pada
bilangan gelombang 1659 sampai 1580 cm−1 yang menunjukkan adanya gugus C=C
aromatik dan munculnya serapan 3065 cm−1 menunjukkan adanya gugus C-H aromatik.
Pita serapan pada bilangan gelombang 1738 cm−1 menunjukkan adanya gugus
karbonil. Adanya gugus C-O-C ditunjukkan oleh serapan pada bilangan gelombang
1078 cm−1. Pita serapan pada bilangan gelombang 2926-2855 cm−1 menunjukkan
adanya regang C-H alifatik. Hal ini mengindikasikan adanya rantai alifatik,
dimana rantai alifatik ini berasal dari senyawa pengotor.